Rima, Solusi Cespleng Selamatkan Indonesia

Tiap kali naik kereta Jogja-Jakarta-Jogja, saya dilanda bosan luar biasa. Penyebabnya, layar­­ televisi yang disediakan sebagai “fasilitas” bagi konsumen kereta eksekutif, lebih berperan sebagai pembangun rasa bete ketimbang hiburan. Lihat saja apa yang ditayangkan: film-film Hollywood dari kelas paling udik, iklan Majalah KA, iklan sebuah lounge di Stasiun Balapan Solo, iklan pajak yang “apa kata dunia” itu, beberapa iklan departemen, dan ini nih: sekelompok anak yang tak pernah sekali pun saya lihat di tivi swasta, berkali-kali muncul menyanyikan lagu yang itu-itu saja, yang agaknya bermuatan propaganda dari juragan KA.

Ayo teman-teman semua // berjalan-jalan berkeliling kota

Kita naik // kereta api // jangan lupa beli tiketnya

……

[Ref]

Kreta api // segra berangkat

Jangan sampai // kau ketinggalan

Nah! Tepat di dua baris pertama bagian refrain, selalu ada gatal menyentil ulu hati saya. Terlepas dari gatal pertama karena di awal lagu mesti muncul pesan “jangan lupa beli tiketnya”, lirik refrain-nya pun tak punya kadar musikalitas yang mencukupi sebagai sebuah lagu anak-anak. Secara refleks, ingin benar saya mengacungkan jari, melontarkan interupsi, mengusulkan: “Dik! Dik! Mbok larik kedua diganti sama yang lebih pas to! Kreta api // segra berangkat // Jangan sampai // engkau terlambat.. Kan lebih enak to…”

Memang, tidak semua dari kita bermimpi jadi munsyi yang sok gemar ber-“mabuk bahasa”. Tidak juga semua kita adalah para copywriter yang lihai mencipta tag line keren. Tapi, jika selera keindahan sedikit banyak kita olah, entah dengan cara apa, kok rasanya citarasa akan rima yang nyaman di telinga bisa terbentuk juga lama-lama. Ya nggak, sih?

Sekarang, mohon perhatikan foto ini.

IMG_0960

Iiiih, gemas rasanya. Dalam selera pribadi saya, tampaknya bakal lebih renyah ya, kalau direparasi sedikit jadi:

SANTUN DALAM BERKOMPETISI, DEMI KEWIBAWAAN NEGERI

Setujukah Anda dengan saya? Atau kalau mau ngotot mempertahankan kata “bangsa” pada spanduk Popnas X yang terpajang di pertigaan Terminal Terban Jogja itu, bisa juga diambil alternatif:

SANTUN DALAM BERLAGA, DEMI KEWIBAWAAN BANGSA

Hehe, lebih cakep, kan? Ehm.

Jelas sekali, saya egois. Membayangkan semua orang punya rasa bahasa yang sama. Mengkhayalkan bahwa selera adalah sesuatu yang universal, yang dapat dipaksakan secara komunal dengan semena-mena oleh kuasa kebenaran berbahasa semacam Pusat Bahasa, lalu dilatihkan ke segenap anak sekolah, mirip Penataran P4 waktu itu.

Tapi, bolehkah saya meminta sedikit kesempatan untuk beriklan? Bagi Anda yang ingin mengasah selera akan keindahan bebunyian kata-kata, khususnya deretan huruf yang sloganistis semacam semboyan-semboyan yang bertengger gagah di lembar spanduk, bacalah Tempo. Karakter majalah Oom Goen yang lincah dan nakal itu memberikan cukup ruang untuk bereksperimen dengan ramuan kata-kata, sehingga yang garing bisa terasa legit, yang kaku bisa jadi lentur. Permainan rima atau sajak, adalah salah satu jurusnya.

Mari, mari, lihat contoh judul tulisan di Tempo edisi pekan ini.

IMG_1001

Nah, coba bandingkan, apa yang terjadi andai si penulis liputan atau penyelaras bahasanya memaksa diri membubuhkan kata yang lebih karib di telinga? Begini pasti hasilnya: “Rumah Bambu Menjawab Gempa”. Ah, kerontang nian..

Lihat satu lagi.

IMG_1003

Bayangkan saja getir yang terasa, kalau tajuk itu diacak tata urutannya meski tanpa merusak makna: “Merandai Kata, Rupa, dan Musik”. Huh!

Maka, bacalah Tempo. (Eh, anu, Mas Toriq Hadad, rekening saya Bank Muamalat No. 9035818699). Mungkin, setelah banyak membaca media tempat berkarya para eks-aktivis itu, Anda bisa bikin spanduk macam gini:

IMG_0963

Huahahaaa, perasaan biasa aja lageeee…!

32 komentar di “Rima, Solusi Cespleng Selamatkan Indonesia

  1. Jika berurusan dengan slogan “dalam rangka anu, ini, dan itu”, biasanya memang cuma pepesan kosong. Nggak ada maknanya. Itu pun masih lumayan jika sebagai bungkus (produk grafis) masih layak dilihat. Misalnya poster, spanduk, dan stiker…

  2. hehehe, menarik…
    kalo media berbasis kertas, yang asik kalo bikin judul salah satunya tabloid Kontan, embuh..enak aja meski panjang panjang, tapi tetap asik..
    beda banget dengan gaya normal, yang pendek pendek

  3. Entah kenapa, yang jadi contoh punya kata-kata keren disini adalah lembaga2 partikelir. apa mungkin orang pemerintah gak punya rasa?

    😀

  4. bener juga ya. cuma biasanya saya baca cepet2 jadi ga nyadar.. mungkin kebanyakan orang juga ga memperhatikan, jadinya ga sadar. byk orang berpendapat yg penting populis bukan puitis :mrgreen:

  5. Assalamualaikum wr. wb.

    “Eh, anu, Mas Toriq Hadad, rekening saya Bank Muamalat No. 9035818699)”

    Sedikit oleh2 dari mata kuliah System and Information Techology: jangan publikasikan no. rekening Anda dengan gegabah. Para pembobol rekening ada di mana2 lho!

  6. Weits….blogger juga nih….masuk blog of the week nya detik pula, selamat yah 🙂
    Ngomong2 mengenai bahasa Indonesia yg baik dan benar serta enak dibaca dan didengar ternyata tidak mudah. Contohnya coba kamu di Jogja mencoba berbicara bahasa Indonesia baik dan benar, pasti malah diketawain…krn di Jogja bahasa Indonesianya bahasa indo-jawa 🙂
    Terus ada juga banyakkkkk istilah2 baru, aku kalo baca di fb sering bingung dan salah ngerti. Dan generasi adikku misalnya aku rasa yg bisa bahasa Indonesia baik dan benar pasti sedikit. Sayang.
    Waktu kampanye untuk pemilu yg lalu aku sering dapat email foto2 spanduk para calon2 legislatif…ya ampun kacau bener bahasanya…padahal itu para caleg yah? 😉

    • Pakai bahasa baik dan benar tapi enak didengar memang susah mbak, soalnya bahasa Indon sendiri banyak yg gak konsisten hehehe. Makanya kalo di Jokja ya boso Jowo wae lah :))

      Nah, FB strategis buat update kosakata baru bhs Ind-nya Mbak Ayu yg jauh dari kampung halaman, soalnya setelah era sms org Ind memproduksi buanyaakk vocab baru hehehe.

      Pemilu? Caleg? Waaah, mereka kok dipikirin :(((

  7. Mohon masukan dari Mas Iqbal, judul2 Seri Dirumahku Ada Sains terbitan PT. Pakar Raya:
    1. Cebur! Cebur! Dicuci dan diguyur!
    2. Dengar dan Amati Apa yang ada di TV?
    3. Olah dan Tebar! Seberapa cepat tanaman menyebar?
    4. Toing! Toing! Bagaimana loncatannya tinggi melenting?
    5. Bulunggas dan Rambut Halus! Mengapa mendengkur, Pus?
    6. Warna dan Bunyi-bunyian! Yuk siapkan mainan
    7. Menghitung Domba! Mengapa bisa memejamkan mata?
    8. Kriuk-Kriuk! Makan siang yuk!

    • WAAAAH, keren semua Pak!! :))) Tau gitu kemarin foto ilustrasi di note saya pakai buku Pakar Raya ya hahahahaha… (mau nulis “…pakai buku pakar raya ya hehehehe: entar jadi gak rima lagi, jadi harus “hahahaha” :)))

      Hidup Pakar Raya, Pak Rudi! :))

  8. sip..sip…. gak salah dulu masuk ecorner Bal.
    Ngomong-ngomong, blogmu kok dlujur panjang-panjang. Jadi nggak enak di liat. Nyekrol ping 10 belum tuntas juga….

    Pakai fasilitas “Read More” dong… biar lebih enak dilihat, dan enak dibaca 🙂

  9. Selamat atas kemenangan sebagai salah satu internet sehat .
    Saya numpang belajar dari sini, sekalian menjaga mood supaya tetap semangat…! (sudah cukup ber-rima apa belum nih? Kok rasanya agak maksa ya? Haha…!)

  10. Entah mengapa saya selalu terpikat dengan posting-posting Mas.
    Saya termasuk orang awam di dunia sastra dan bahasa, namun saat ini sedang berusaha menyelami dunia tersebut. Membaca artikel Mas memberi pencerahan bagi saya dalam khazanah berbahasa.

    Saya pernah diminta membuat semacam kalimat slogan (atau tagline? atau apalah namanya saya kurang tahu) untuk brosur bimbingan belajar sebagai berikut :

    Nilai UTS-mu jelek?
    Jangan cuma mewek!!

    Buruan gabung sekarang!
    Biar nilaimu jadi cemerlang!

    Itu sudah bagus belum ya. Branch coordinatornya sih tidak masalah….dia cuma oke-oke saja….
    mohon masukannya, biar kedepannya saya bisa membuat yang lebih baik lagi.

  11. Huii..
    Asyik banget baca blog ini.. Jadi dapet masukan inspirasi.
    Tapi kadang emang susah ya cari padanan kata yang bisa bikin kalimat jadi berima asyik…

    Salam kenal!

Tinggalkan Balasan ke antyo rentjoko Batalkan balasan